Definisi Trauma
atau Cedera Kelahiran.
Trauma lahir merupakan perlakuan pada
bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran.
Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian. Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian. Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
Ada
empat jenis cedera pleksus brakialis:
ü Avulsion, jenis yang paling parah, di
mana saraf koyak di tulang belakang;
ü Pecah, di mana saraf robek tetapi tidak
pada lampiran spinal
ü Neuroma, di mana saraf telah berusaha
untuk menyembuhkan dirinya sendiri, tetapi jaringan parut telah berkembang di
sekitar cedera, memberi tekanan pada saraf dan mencegah cedera saraf dari
melakukan sinyal ke otot-otot.
ü Neurapraxia atau peregangan, di mana
saraf telah rusak tapi tidak robek. Neurapraxia adalah jenis yang paling umum
dari cedera pleksus brakialis.
2.2
Pengertian Trauma Flaksus Brakialis
fleksus brakialis adalah Sebuah
jaringan saraf tulang belakang yang berasal dari belakang leher, meluas melalui
aksila (ketiak), dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas. Pleksus
brakialis dibentuk oleh penyatuan bagian dari kelima melalui saraf servikal
kedelapan dan saraf dada pertama, yang semuanya berasal dari sumsum tulang
belakang.
Luka pada pleksus brakialis
mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan lengan bawah, atas dan tangan,
menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan
kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak
cedera pleksus brakialis terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi
dampak selama proses persalinan, menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk
meregang atau robek.
Trauma pada pleksus brakialis yang
dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan
bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Trauma pleksus brakialis sering terjadi pada penarikan lateral yang
dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi
verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi
bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Tanda dan Gejala pada Trauma Flaksus Brakialis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul
pada brakialis palsi adalah sebagai berikut :
§ Gaguan motorik pada lengan atas
§ Lengan atas pada kedudukan ekstensi dan
abduksi
§ Jika anak diangkat, lengan akan tampak
lemasdan menggantung
§ Refleks moro negative
§ Refleks meraih gengan tangan tidak ada
Penatalaksanaan atau pengobatan
A.BEDAH
Regangan dan memar pada pleksus brakialis diamati selama 4 bulan, bila tidak
ada perbaikan, pleksus harus dieksplor. Nerve transfer (neurotization) atau
tendon transfer diperlukan bila perbaikan saraf gagal.
1.Pembedahan Primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada plexus serta membantu reinervasi.
1.Pembedahan Primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada plexus serta membantu reinervasi.
Teknik yang digunakan tergantung berat
ringan lesi.
1. Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf.
2. Neuroma excision : Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
1. Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf.
2. Neuroma excision : Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
3.
Nerve grafting: Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan
tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah suralis, lateral dan medial
antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus
posterior
4. Intraplexual neurotization menggunakan
bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf
yang avulsi.
2. Pembedahan Sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.
REHABILITASI PASKA TRAUMA PLEKSUS
BRAKIALIS
Ø Paska operasi Nerve repair dan graft.
Setelah
pembedahan immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu. Terapi
rehabilitasi
dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif pada semua
sendi
anggota gerak atas untuk mempertahankan luas gerak sendi. Stimulasi elektrik
diberikan
pada minggu ketiga sampai ada perbaikan motorik. Pasien secara terus
menerus
diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik, latihan aktif
bisa
segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang
mengalami
reinnervasi bisa mempunyai kontrol yang lebih baik.
Ø Paska operasi free muscle transfer
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu abduksi 30, fleksi 60 dan rotasi internal, siku fleksi 100. Pergelangan tangan posisi neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenis rekonstruksinya. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif pada sendi bahu, siku dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan tangan. Enam minggu paska operasi selama menjaga regangan berlebihan dari jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Sembilan minggu paska operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow sling dipakai untuk mencegah subluksasi bahu.
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu abduksi 30, fleksi 60 dan rotasi internal, siku fleksi 100. Pergelangan tangan posisi neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenis rekonstruksinya. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif pada sendi bahu, siku dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan tangan. Enam minggu paska operasi selama menjaga regangan berlebihan dari jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Sembilan minggu paska operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow sling dipakai untuk mencegah subluksasi bahu.
Setelah Reinervasi
3 - 8 bulan paska operasi Teknik elektromiografi feedback di mulai untuk melatih otot yang ditransfer untuk menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara efektif.
Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat diatur oleh terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level ini, suatu nada berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini. Level ini dapat diatur sesuai tujuan yang akan dicapai.
3 - 8 bulan paska operasi Teknik elektromiografi feedback di mulai untuk melatih otot yang ditransfer untuk menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara efektif.
Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat diatur oleh terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level ini, suatu nada berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini. Level ini dapat diatur sesuai tujuan yang akan dicapai.
Terapi Okupasi
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk :
Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk membantu fungsi tangan, siku dan lengan,
mengontrol edema defisit sensoris.
Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk teknik menggunakan satu lengan,
menggunakan peralatan bantu serta latihan penguatan dengan mandiri.
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk :
Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk membantu fungsi tangan, siku dan lengan,
mengontrol edema defisit sensoris.
Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk teknik menggunakan satu lengan,
menggunakan peralatan bantu serta latihan penguatan dengan mandiri.
Terapi Rekreasi
Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.
Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.
2. Pengobatan
Pengobatan tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada
pleksus brakialis dan mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan, dalam
beberapa kasus, pembedahan. Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan
sendiri. Anak-anak dapat puih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.
Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera
pleksus brakialis menentukan prognosis. Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada
potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang
tepat. Untuk cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi.
Kebanyakan pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan
kembali 90-100% fungsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar